Pengaruh kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia (Seni, Sastra, Sistem Pemerintahan, Kepercayaan dan Sosial Masyarakat)
-
Masuknya suatu kebudayaan asing ke dalam lingkup suatu masyarakat dapat
menimbulkantiga kemungkinan: kedua kebudayaan itu akan berakulturasi,
berjauhan, atau salah satu hancur. Akulturasi kebudayaan adalah
pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang melakukan kebudayaan baru.
Dalam perkembangan kehidupan masyarakat Nusantara ketika terjalin
hubungan dagang antara India, Cina, dan Indonesia, terjadilah akulturasi
budaya.
|
Candi Prambanan
Salah satu Candi Bercorak Hindu |
Akulturasi
budaya Hindu-Buddha India dengan budaya asli Nusantara secara damai
melahirkan budaya baru yang disebut budaya Hindu-Buddha Nusantara.
Menghadapi proses akulturasi tersebut, menurut para ahli, bangsa
Indonesia bersikap pasif maupun aktif. Pada awalnya bersikap pasif
menerima ajaran-ajaran baru, di kemudian hari aktif mencari ilmu hingga
mengirim pelajarnya ke luar negeri dan mengundang brahmana dari luar
negeri untuk memberi pelajaran.
Proses
akulturasi selama berabad-abad menimbulkan sinkretisme antara kedua
agama tersebut dan unsur budaya asli hingga lahirlah agama baru yang
dikenal sebagai Syiwa Buddha. Sinkretisme adalah paham atau aliran baru
yang merupakan perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian
dan keseimbangan. Aliran ini berkembang pesat pada abad ke-13 M.
Penganutnya, antara lain, Raja Kertanegara dan Adityawarman.
Akulturasi
budaya paling mudah kita lihat dalam bentuk kesenian, seperti seni rupa,
seni sastra, dan seni bangunan yang merupakan unsur kebudayaan
material. Akulturasi budaya ini juga dapat kita saksikan dalam
upacara-upacara ritual. Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan
oleh para cendekiawan, agamawan, arsitek, sastrawan istana maupun
rakyat, dan para seniman.
1. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni bangunan
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang arsitektur atau seni bangunan dapat kita lihat dengan jelas pada candi-candi.
Ada
perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam agama
Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam Adapun dalam
agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan.
|
Candi Borobudur
Salah Satu Candi Bercorak Buddha |
Meski
difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti bahwa mayat atau abu
jenazah dikuburkan dalam candi. Benda yang dikuburkan atau dicandikan
adalah macam-macam benda yang disebut pripih. Pripih ini dianggap
sebagai lambang zat jasmaniah yang rohnya sudah bersatu dengan dewa
penitisnya.
Pripih ini
diletakkan dalam peti batu di dasar bangunan, kemudian di atasnya
dibuatkan patung dewa sebagai perwujudan sang raja. Arca perwujudan raja
itu umumnya adalah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu lingga. Pada candi
Buddha, tidak terdapat pripih dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja
ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa. Bangunan candi terdiri
atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan atap.
a. Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah ditanam pripih.
b. Tubuh
candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding
luar sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung
sisi selatan berisi arca Guru, relung utara berisi arca Durga, dan
relung belakang berisi arca Ganesha. Relung-relung untuk candi yang
besar biasanya diubah.
c. Atap
candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada
puncaknya terdapat lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik)
ada sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi empat dengan
gambar teratai merah, melambangkan takhta dewa. Pada upacara pemujaan,
jasad dari pripih dinaikkan rohnya dari rongga atau diturunkan ke dalam
arca perwujudan. Hiduplah arca itu menjadi perwujudan almarhum sebagai
dewa.
Bangunan
candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain, candi Prambanan,
candi Sambisari, candi Ratu Boko, candi Gedongsongo, candi Sukuh, candi
Dieng, candi Jago, candi Singasari, candi Kidal, candi Panataran, candi
Surawana, dan gapura Bajang Ratu. Bangunan candi yang bercorak Buddha,
antara lain, candi Borobudur, candi Mendut, candi Pawon, candi Kalasan,
candi Sewu, candi Sari, dan candi Muara Takus.
Beberapa peninggalan bangunan lain yang menyerupai candi sebagai berikut.
a. Patirtan
atau pemandian, misalnya, patirtan di Jalatunda dan Belahan (lereng
Gunung Penanggungan), di candi Tikus (Trowulan), dan di Gona Gajah
(Gianyar, Bali).
b. Candi
Padas di Gunung Kawi, Tampaksiring. Di tempat ini terdapat sepuluh candi
yang dipahatkan seperti relief pada tebing-tebing di Pakerisan.
c. Gapura yang berbentuk candi dan memiliki pintu keluar masuk.
Contoh candi semacam ini adalah candi Plumbangan, candi Bajang Ratu, dan candi Jedong.
d. Jenis gapura lainnya yang berbentuk seperti candi yang dibelah dua untuk jalan keluar masuk.
Contoh candi semacam ini adalah candi Bentar dan candi Wringin Lawang.
2. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni rupa
Seni rupa
Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha dari
India adalah seni pahat atau ukir dan seni patung. Seni pahat atau ukir
umumnya berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema suasana Gunung
Mahameru, tempat kediaman para dewa. Hiasan yang terdapat pada ambang
pintu atau relung adalah kepala kala yang disebut Banaspati (raja
hutan). Kala yang terdapat pada candi di Jawa Tengah selalu dirangkai
dengan makara, yaitu sejenis buaya yang menghiasi bagian bawah kanan
kiri pintu atau relung.
Pola hiasan
lainnya berupa daun-daunan yang dirangkai dengan sulur-sulur melingkar
menjadi sulur gelung. Pola ini menghiasi bidang naik horizontal maupun
vertikal. Ada juga bentuk-bentuk hiasan berupa bunga teratai biru
(utpala), merah (padam), dan putih (kumala). Pola-pola teratai ini tidak
dibedakan berdasarkan warna, melainkan detail bentuknya yang
berbeda-beda. Khususnya pada dinding candi di Jawa Tengah, terdapat
hiasan pohon kalpataru (semacam beringin) yang diapit oleh dua ekor
hewan atau sepasang kenari.
Beberapa
candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita tersebut
diambil dari kitab kesusastraan ataupun keagamaan. Gaya relief tiap-tiap
daerah memiliki keunikan. Relief di Jawa Timur bergaya mayang dengan
objek-objeknya berbentuk gepeng (dua dimensi). Adapun relief di Jawa
Tengah bergaya naturalis dengan lekukan-lekukan yang dalam sehingga
memberi kesan tiga dimensi. Pada masa Kerajaan Majapahit, relief di Jawa
Timur meniru gaya Jawa Tengah dengan memberikan latar belakang
pemandangan sehingga tercipta kesan tiga dimensi.
Relief-relief yang penting sebagai berikut.
|
Relief candi Roro Jongrang
Yang Mengisahkan Cerita Ramayana |
a. Relief
candi Borobudur menceritakan Kormanibhangga, menggambarkan perbuatan
manusia serta hukum-hukumnya sesuai dengan Gandawyuha (Sudhana mencari
ilmu).
b. Relief
candi Roro Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana. Seni
patung yang berkembang umumnya berupa patung atau arca raja pada sebuah
candi. Raja yang sudah meninggal dimuliakan dalam wujud arca dewa.
Contoh seni
patung hasil kebudayaan Hindu-Buddha kini dapat kita saksikan di candi
Prambanan (patung Roro Jonggrang) dan di Museum Mojokerto (Jawa Timur).
Salah satu koleksi museum tersebut yang terindah adalah patung Airlangga
(perwujudan Wisnu) dan patung Ken Dedes.
3. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni sastra
Wiracarita
atau kisah kepahlawanan India yang memasyarakat di Indonesia dan
memengaruhi kehidupan serta perkembangan sosial budaya adalah cerita
Mahabharata dan Ramayana. Kitab Mahabharata terdiri atas delapan belas
jilid (parwa). Setiap jilid terbagi lagi menjadi beberapa bagian (juga
disebut parwa) yang digubah dalam bentuk syair. Cerita pokoknya meliputi
24.000 seloka. Sebagian besar isi kitab ini menceritakan peperangan
sengit selama delapan hari antara Pandawa dan Kurawa. Kata
Mahabharatayudha sendiri berarti peperangan besar antarkeluarga Bharata.
Menurut cerita, kitab ini dihimpun oleh Wiyasa Dwipayana. Akan tetapi,
para ahli sejarah beranggapan bahwa lebih masuk akal jika kitab itu
merupakan kumpulan berbagai cerita brahmana antara tahun 400 SM sampai
400 M.
Kitab
Ramayana dikarang oleh Walmiki. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid
(kanda) dan digubah dalam bentuk syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab ini
berisi perjuangan Rama dalam merebut kembali istrinya, Dewi Sinta
(Sita), yang diculik oleh Rahwana. Dalam perjuangannya, Rama yang selalu
ditemani Laksmana (adiknya) itu mendapat bantuan dari pasukan kera yang
dipimpin oleh Sugriwa. Selain itu, Rama juga dibantu oleh Gunawan
Wibhisana, adik Rahwana yang diusir oleh kakaknya karena bermaksud
membela kebenaran (Rama). Perjuangan tersebut menimbulkan peperangan
besar dan banyak korban berjatuhan. Di akhir cerita, Rahwana beserta
anak buahnya gugur dan Dewi Sinta kembali kepada Rama.
Akulturasi
di bidang sastra dapat dilihat pada adanya modifikasi cerita-cerita asli
India dengan unsur tokoh-tokoh Indonesia serta peristiwa-peristiwa yang
seolah-olah terjadi di Indonesia. Contohnya adalah penambahan tokoh
punakawan (Semar, Bagong, Gareng, Petruk) dalam kisah Mahabharata.
Bahkan, dalam literatur-literatur keagamaan Hindu-Buddha di Indonesia
sulit kita temukan cerita asli seperti yang ada di negeri asalnya.
Pengaruh kebudayaan India yang dipertahankan dalam kesusastraan adalah
gagasan, konsep, dan pandangan-pandangannya.
4. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem pemerintahan
Salah satu
contoh nyata pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah
perubahan sistem pemerintahan. Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke
Indonesia, struktur sosial asli masyarakat Indonesia berbentuk suku-suku
dengan pimpinannya ditunjuk atas prinsip primus inter pares. Setelah
pengaruh Hindu-Buddha masuk, sistem pemerintahan ini berubah menjadi
kerajaan. Kepemimpinan lalu diturunkan kepada keturunan raja. Raja dan
keluarganya kemudian membentuk kalangan yang disebut bangsawan.
Dalam
perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya Hindu-Buddha.
Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan (Airlangga), dan
Majapahit. Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar.
Adapun kerajaan-kerajaan bercorak Buddha, antara lain, Kerajaan Holing
(Kalingga), Melayu, Sriwijaya, dan Mataram Buddha. Kerajaan Sriwijaya
adalah kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.
5. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem kepercayaan
Pada saat
budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih menganut
kepercayaan asli, yaitu animisme dan dinamisme. Akibat adanya proses
akulturasi, agama Hindu dan Buddha lalu diterima penduduk asli.
Dibandingkan agama Hindu, agama Buddha lebih mudah diterima oleh
masyarakat kebanyakan sehingga dapat berkembang pesat dan menyebar ke
berbagai wilayah. Sebabnya adalah agama Buddha tidak mengenal kasta,
tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap semua manusia itu sama
derajatnya di hadapan Tuhan (tidak diskriminatif). Menurut agama Buddha,
setiap manusia dapat mencapai nirwana asalkan baik budi pekertinya dan
berjasa terhadap masyarakat.
6. Sistem perdagangan dan transportasi
Kekayaan
bumi Nusantara telah dikenal luas sejak dahulu. Kemenyan, kayu cendana,
dan kapur barus dari Indonesia telah dikenal di Cina menyaingi bahan
wangi-wangian lainnya dari Asia Barat. Begitu pula berbagai jenis
rempah-rempah, seperti lada dan cengkeh, serta hasil-hasil kerajinan dan
berbagai jenis binatang khas yang unik. Awalnya, pedagang-pedagang dari
India yang singgah di Indonesia membawa barang-barang tersebut ke Cina.
Seiring
dengan perkembangan perdagangan internasional, hubungan dagang antara
Indonesia –India – Cina pun berkembang . Wolters berpendapat bahwa
perkembangan ini akibat dari sikap terbuka dan bersahabat dengan orang
asing serta penghargaan terhadap barang dagangan yang dibawa orang
asing. Sikap ini pula yang memungkinkan agama Hindu-Buddha dapat
berkembang di Indonesia.
Dalam
berbagai prasasti yang ditemukan, disebutkan bahwa pada abad ke-5
Masehi, bangsa Indonesia telah mampu turut serta dalam perdagangan
maritim internasional Asia. Perkembangan ini dipicu pula oleh
perkembangan teknologi transportasi pelayaran. I-Tsing, musafir dan
pendeta Buddha dari Cina yang mampir ke Indonesia pada abad ke-7 dalam
perjalanannya ke India dengan menumpang kapal milik Sriwijaya,
mengatakan bahwa pada awalnya bangsa Indonesia memang telah akrab dengan
dunia pelayaran, meski baru terbatas pada pulau-pulau yang berdekatan.
Alat
transportasi yang digunakan adalah kapal cadik berukuran kecil.
Bersamaan dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya,
Singasari, dan Majapahit, mulailah dikenal teknologi pembuatan
kapal-kapal yang lebih besar dan pelayaran yang dilakukan dapat
menjangkau jarak yang lebih jauh. Bangsa Indonesia jadi dapat berperan
lebih aktif dalam perdagangan internasional dengan berlayar sendiri ke
negara-negara yang biasanya berdagang dengan Indonesia. Hal ini
tergambar dalam relief candi Borobudur. Tiga jenis kapal yang
digambarkan dalam relief tersebut adalah perahu lesung, kapal besar
tidak bercadik, dan kapal bercadik.
7. Sistem penguasaan tanah
Tanah dalam
lingkungan sebuah kerajaan secara umum menjadi milik kerajaan. Namun,
pengolahan atau pemanfaatan diserahkan kepada rakyat yang hidup dalam
lingkup kerajaan tersebut. Hak pemanfaatan lahan ini disebut hak
anggaduh, artinya rakyat hanya dipinjami tanah oleh raja. Tanah garapan
itu dapat dipindahtangankan kepada rakyat lainnya dalam lingkup kerajaan
yang sama dan hak anggaduh tersebut dapat digunakan secara turun
temurun. Akan tetapi, jika sewaktu-waktu raja memintanya kembali,
misalnya, untuk keperluan pendirian candi atau bangunan milik kerajaan
atau suatu kepentingan umum lainnya, rakyat tidak dapat menolak.
8. Sistem pajak
Pengembangan
dan jaminan kelangsungan suatu kerajaan tentu memerlukan biaya. Biaya
ini diambil dari hasil perdagangan, pertanian, dan pungutan pajak kepada
rakyat. Pajak dipungut oleh pejabat di tingkat daerah dari desa-desa
yang ada di wilayahnya. Setiap habis panen, pajak tersebut wajib
diserahkan pada kerajaan. Di tingkat pusat, ada petugas khusus yang
bertugas mencatat luas tanah di wilayah kerajaan untuk dijadikan dasar
perhitungan penetapan pajak yang wajib dipungut. Rakyat diwajibkan untuk
membayar pajak tepat waktu.
9. Tenaga kerja
Tenaga kerja
berasal dari rakyat. Dalam hal ini, rakyat merupakan abdinya yang harus
menaati semua perintahnya. Hal ini dikarenakan pada masa itu, kekuasaan
raja merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak sebab raja dianggap
sebagai penjelmaan dewa di bumi dan memerintah atas nama dewa. Oleh
karena itu, rakyat dituntut untuk bersikap setia kepada raja.
10. Perkembangan tradisi Hindu-Buddha
Pada masa
berkembangnya agama Hindu-Buddha di Nusantara, tradisi Hindu-Buddha
mengalami perkembangan yang cukup pesat di wilayah Nusantara dalam
berbagai sektor sebagai berikut.
a. Sistem struktur sosial masyarakat
Masuk dan
berkembangnya agama Hindu di Indonesia memengaruhi sektor kehidupan
masyarakat Indonesia, termasuk sistem dan struktur sosial masyarakatnya.
Pengaruhnya dapat dilihat melalui diterapkannya sistem pembagian kasta
pada masyarakat Indonesia. Sistem pembagian kasta di Indonesia tidak
seperti yang ada di India, akan tetapi merupakan sistem pengelompokan
masyarakat melalui tingkatan tingkatan kehidupan masyarakat dan berlaku
turun temurun. Hal ini untuk menunjukkan status sosial dalam masyarakat
Indonesia. Sementara itu, di India perbedaan sistem kasta sangat
mendasar sebab untuk membedakan status sosial antara golongan Arya dan
Dravida.
Pada
masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Buddha muncul pembagian
kelompok masyarakat bhiksu dan bhiksuni, yaitu kelompok masyarakat yang
tinggal di wihara-wihara dan hidup mementingkan rohani saja, tata
kehidupan duniawi mulai ditinggalkan. Kelompok masyarakat yang lain
adalah kelompok masyarakat umum, yakni kelompok masyarakat yang masih
mementingkan hidup duniawi. Sistem dan struktur masyarakat Indonesia
yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha berkembang pada masa Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Mataram. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan
maritim di mana kehidupan rakyatnya banyak bergantung pada kelautan.
Sriwijaya banyak menguasai jalur-jalur dan pusat perdagangan maka
Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan penting, karenanya menjadi
kerajaan nasional yang pertama di Nusantara.
Kerajaan
Mataram Hindu terdiri atas daerah pusat yang dikenal dengan ibu kota
kerajaan (tempat tinggal raja, putra raja, kerabat dekat raja, serta
pejabat tinggi kerajaan) dan daerah watak, yaitu daerah yang dikuasai
para rakai atau pamgat yang berkedudukan sebagai pegawai tinggi kerajaan
yang berkedudukan turun-temurun.
b. Pemerintahan
Sebelum
pengaruh Hindu ke Nusantara, bangsa Indonesia sudah mengenal sistem
pemerintahan, yakni dari seorang kepala suku dikenal bentuk kesukuan,
seorang kepala suku menduduki jabatannya berdasarkan kemampuan yang
dimiliki, maka ia pemimpin yang dipilih oleh kelompok sukunya secara
demokratis. Mereka memiliki kelebihan dalam anggota kelompoknya.
Masuk dan
berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Indonesia membawa pengaruh yakni
mulai lahirnya kerajaan. Kerajaan Hindu pertama di Indonesia adalah
Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman. Raja berkuasa secara turun
temurun sehingga keluarga raja memiliki kehormatan di tengah-tengah
masyarakat negara. Raja memiliki kekuasaan tunggal, tidak ada lembaga
yang mampu menandingi kekuasaan raja.
c. Kesenian
Perkembangan bidang kesenian tampak sekali dalam seni bangunan, seni rupa, dan seni sastra.
1) Seni
bangunan yakni adanya bangunan candi Hindu dan candi Buddha yang banyak
ditemukan di Nusantara. Dasar pembangunan candi berasal dari zaman
megalitikum sehingga candi-candi yang ada di Nusantara memiliki bentuk
bangunan yang megah serta punden berundak seperti yang tampak pada candi
Borobudur.
2) Seni
rupa, seni lukis yang masuk ke Nusantara berkembang, ditandai dengan
ditemukannya patung Buddha berlanggam Gandara di Kota Bangun Kutai, dan
patung Buddha berlanggam Amarawati yang ditemukan di Sulawesi, adanya
hiasan perahu yang menunjukkan majunya seni di Nusantara saat itu serta
pada dinding candi Prambanan kita jumpai relief Ramayana.
3) Dalam
bidang sastra, seni sastra Hindu banyak kita jumpai pada
prasasti-prasasti serta kitab-kitab sastra. Banyak prasasti di Nusantara
menggunakan bahasa Sanskerta bahkan kitab-kitab sastra zaman Hindu
dominan menggunakan bahasa tersebut dan tulisan Palawa.
d. Perkembangan teknologi
Kemajuan
teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan budaya
masyarakat. Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Nusantara bangsa Indonesia
sudah memiliki teknologi yang tinggi khususnya dalam pembuatan alat
kehidupan baik yang terbuat dari batu atau logam.
Setelah
adanya pengaruh Hindu, teknologi semakin maju, misalnya pembuatan candi.
Jika dibandingkan dengan candi-candi di India maka candi di Indonesia
jauh lebih megah dan kokoh seperti candi Borobudur, candi Prambanan.
Dengan demikian, bangsa Indonesia memiliki pengetahuan teknologi yang
sudah tinggi.
e. Perkembangan pendidikan
Pendidikan
berkembang pesat setelah adanya pengaruh Hindu, yakni masyarakat
mendapat pendidikan yang dilakukan para pendeta Hindu dan Buddha. Mereka
ada yang berguru kepada pendeta dengan pergi ke rumah-rumah pendeta
atau berada di tempat khusus seperti wihara-wihara. Kaum Brahmana yang
memberikan pendidikan serta mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat di
daerah-daerah membuka tempat-tempat pendidikan yang dikenal Pasraman.
Di Pasraman inilah, masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai
pengetahuan yang diajarkan para Brahmana.
Demikianlah
Materi Pengaruh kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia (Seni, Sastra,
Sistem Pemerintahan, Kepercayaan dan Sosial Masyarakat), semoga
bermanfaat.
jangan lupa tinggalkan jejak sob,,,!!!!!