aporan biokimia
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam
sel hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2.000 enzim telah
teridentifikasi, yang masing-masing berfungsi sebagai biokatalisator
reaksi kimia dalam sistem hidup. Sintesis enzim terjadi dalam sel dan
sebagai besar enzim dapat diperoleh dengan ekstrasi dari jaringan tanpa
merusak fungsinya (Sirajuddin,2011).
Sebagai katalisator,
enzim berbeda dengan katalisator anorganik dan organik sederhana yang
umumnya dapat mengatalisis berbagai reaksi kimia. Enzim mempunyai
spesifitas yang sangat tinggi, baik terhadap reaktan (substrat) maupun
jenis reaksi yang dikatalisiskan. Pada umumnya, suatu enzim hanya
mengatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada suatu substrat
tertentu. Kemudian, enzim dapat meningkatkan laju reaksi yang luar
biasa tanpa pembentukan produk samping dan molekul berfungsi dalam
larutan encer pada keadaan biasa (fisiologis) tekanan, suhu, dan pH
normal. Hanya sedikit katalisator nonbiologi yang dilengkapi
sifat-sifat demikian (Sirajuddin,2011).
Enzim merupakan unit
fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja dengan urutan-urutan
yang teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi dari reaksi yang
sederhana seperti replikasi kromosom sampai reaksi yang sangat rumit,
misalnya reaksi yang menguraikan molekul nutrient; menyimpang; dan
mengubah energi kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis
enzim tertentu. Diantara sejumlah enzim tersebut, ada sekelompok enzim
yang disebut enzim pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat
metabolis yang diterima. Melalui aktivitasnya, enzim pengatur
mengkoordinasikan sistem enzim dengan baik, sehingga menghasilkan
hubungan harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolis yang berbeda
(Sirajuddin,2011).
Pada keadaan abnormal atau aktivitas
berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan penyakit. Analisis enzim dalam
serum dapat digunakan untuk diagnosis penyakit,seperti : infarktus
otot jantung, prostate, hepatitis, dan lain-lain (Sirajuddin,2011).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dilakukanlah percobaan terhadap Enzim.
I.2 TUJUAN PERCOBAAN
I.2.1 TUJUAN UMUM
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim.
2. Membuktikan adanya enzim dalam suatu bahan.
3. Mengetahui aktivitas enzim dalam mengkatalisis substrat.
4. Mengetahui sifat dan susunan empedu.
I.2.2 TUJUAN KHUSUS
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Mengetahui suhu terhadap aktivitas enzim.
2. Pengaruh pH Terhadap aktivitas enzim
Membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas enzim.
3. Pengaruh Konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
Mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan suatu substrat (amilum).
4. Pengaruh Konsentrasi Subtrat terhadap aktivitas enzim
Mengetahui pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim.
I.3 PRINSIP PERCOBAAN
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti secara
reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik
enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga
enzim menjadi aktif.
Pada suhu dimana enzim masih aktif,
umumnya kenaikan suhu 100C menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis
bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu optimum, kecepatan
reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu ditingkatkan terus,
maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya
terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 300C sampai 400C
dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu
600C.
2. Pengaruh pH Terhadap aktivitas enzim
Enzim
bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH
lingkungan. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum,
umumnya antara pH 6-0,8. Jika pH rendah atau tingggi, maka dapat
menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan
aktivitasnya.
Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat
dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis. Misalnya,
amilum terhidrolisis menjadi maltosa dan glukosa. Hasil hidrolisis dapat
dibuktikan dengan uji benedict. Bila positif, bererti amilum
terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas
tingggi. Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak
terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau mengalami penurunan
aktivitas.
3. Pengaruh Konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi
enzim secara bertingkat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis.
Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin
tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalisis.
Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui uji
iodium atau adanya endapan yang terbentuk melalui uji benedict.
4. Pengaruh Subtrat terhadap aktivitas enzim
Pada konsetrasi enzim yang tetap, penambahan konsentrasi
substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai
kecepatan maksimum yang tetap. Penambahan substrat setelah kecepatan
maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh
enzim.
I.4 MANFAAT PERCOBAAN
1. Untuk mengetahui suhu terhadap aktivitas enzim.
2. Untuk membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas enzim.
3. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan suatu substrat (amilum).
4. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai
katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir
tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim.
Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian besar enzim dapat
diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya (Sadikin, 2001).
Kepentingan medis enzim. Enzim terdistribusi di tempat-tempat tertentu
didalam sel, kurang lebih sesuai dengan golongan dan fungsinya.
Sebagai contoh, enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dan reparasi
DNA terdapat di dalam inti sel yang mengkatalisasi berbagai reaksi
yang menghasilkan energi secara aerob terletak di dalam mitokondria.
Enzim yang berhubungan dengan biosintesis protein berada bersama
ribosom. Dengan demikian reaksi kimia dalam sel berjalan sangat terarah
dan efisien (Sadikin, 2001).
Ada penyakit yang disebabkan
oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu, misalnya pada efisiensi
enzim glukosa 6/fosfat dehidrogenase (G6PDH/G6PD). Sel darah merah
penderita defisiensi G6PDH ini sangat rentang terhadap pembebanan
oksidatif, misalnya pada pemakian obat analgetik tertentu dan obat
anti/malaria. Pada pemakaian obat-obatan tersebut dapat terjadi
hemolisis intrafaskuler (Sadikin, 2001).
Analisis enzim dalam
serum pada dasarnya dapat dipakai untuk diaknosis berbagai penyakit.
Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang diaknosis ialah bahwa pada
hakekatnya, sebagian besar enzim terdapat dan bekerja dalam sel dan
bahwa enzim tertentu dibuat dalam jumlah besar oleh jaringan tertentu.
Karena itu enzim intrasel seharusnya tidak ditemukan dalam serum dan
bila ditemukan, berarti sel yang membuatnya mengalami disentegrasi.
Bila enzim diukur dalam serum terutama di buat oleh jaringan atau organ
tertentu, maka peningkatan aktivitas dalam serum menunujukkan adanya
kerusakan pada jaringan atau organ tersebut (Sadikin, 2001).
Semua enzim pada hakikatnya adalah protein. Beberapa diantaranya
mempunyai struktur yang sederhana, sedangkan sebagaian besar lainnya
memiliki strruktur rumit. Namun, kebanyakan enzim baru berfungsi
sebagai katalis apabila disertai zat yang bukan protein, yang disebut
kofator. Suatu kafator dapat berupa ion logam sederhana seperti Fe2+
atau Cu2+, tetapi dapat pula berupa molekul organik kompleks yang
disebut koenzim. Bagian protein dari enzim disebut apoenzim. Kemudian,
gabungan apoenzim dan kofaktornya sehingga enzim menjadi aktif disebut
holoenzim (Sirajuddin, 2011).
Sebagian besar protein dicerna
menjadi asam amino, selebihnya menjadi tripeptida dan dipeptida.
Pencernaan atau hidrolisis protein di mulai di dalam lambung. Asam
klorida lambung membuka gulungan protein (proses denaturasi), sehingga
enzim pencernaan dapat memecah ikatan peptida. Asam klorida mengubah
enzim pepsinogen tidak aktif yang dikeluarkan oleh mukosa lambung
menjadi bentuk aktif pepsin. Makanan hanya sebentar berada di dalam
lambung, pencernaan protein hanya terjadi hingga di bentuknya campuran
polipeptida, protese dan pepton (Yuniastuti, 2007).
Ludah
adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah.
Kelenjar-kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot
pipi dan di daerah dekat langit-langit. Air ludah 99,5% terdiri dari
air. Sisanya bermacam-macam. Ada zat-zat seperti kalsium ( zat kapur),
fosfor, natrium, magnesium dan lain-lain. Di samping itu juga terdapat
mucin, amylase, enzim-enzim, bahkan golongan darah, lemak, zat tepung,
vitamin juga dan sebagainya (Machfoedz, 2008).
Mucin adalah
bahan yang dapat menyebabkan sifat air menjadikental, licin. Amilase
adalah enzim yang dapat memecah (mencerna) zat tepung hidro karbon
(nasi, roti, singkong, jagung, terigu, sagu, dan lain-lain) menjadi zat
tepung lain yang lebih halus dengan tujuan mencernanya, sehingga
nantinya dapat diserap oleh dinding usus halus. Hidro karbon seperti
nasi, roti, singkong, jagung, terigu, sagu, dan lain-lain itu dalam ilmu
kimia susunannya disebut polisakarida. Setelah dicerna oleh amilase
akan berubah manjadi disakarida, yakni zat tepung yang susunan kimianya
lebih sederhana. Bila masuk lambung dan usus akan dicerna lagi menjadi
lebih sederhana lagi, menjadi monosakarida, yakni glukosa atau zat gula
darah. Itulah sebabnya jika kita makan singkong, dikunya agak lama,
akan terasa manis. Hal ini disebabkan karena zat tepung bila dicerna
oleh amilase akan menjadi zat yang makin manis rasanya (Machfoedz,
2008).
Enzim adalah bahan yang dapat atau memang bertugas
untuk mempercepat suatu reaksi bahan seperti halnya memecah bahan
tertentu menjadi bahan lain secara kimia, sedangkan enzim itu sendiri
tidak berubah dari aslinya. Enzim-enzim lainnya adalah lisozime,
lipase, esterase, dan lain-lain. Istimewa lisozime dapat membunuh
kuman, sebab enzim ini akan memecah atau merusak dinding sel bakteri
atau kuman itu, sehingga dinding sel itu mengalami lisis atau hancur
(Machfoedz, 2008).
Pencernaan protein dilanjutkan di dalam
usus halus oleh campuran enzim protase. Pankreas mengeluarkan cairan
yang bersifat sedikit basa dan mengandung berbagai prekursor protase,
seperti tripsinogen, kimotripsinogen, prokarboksipeptidase, dan
proelastase. Enzim-enzim ini menghidrolisis ikatan peptida tertentu.
Sentuhan kimus terhadap mukosa usus halus merangsang dikeluarkannya
enzim enterokinase yang mengubah tripsinogen tidak aktif yang berasal
dari pankreas menjadi tripsin aktif. Perubahan ini juga dilakukan oleh
tripsin sendiri secara otokatalitik. Di samping itu tripsin dapat
mengaktifkan enzim-enzim proteolitik lain berasal dari pankreas.
Kimotripsinogen diubah menjadi beberapa jenis kimotripsin aktif,
prokarboksipeptidase dan proelastase diubah menjadi karboksipeptidase
dan elastase aktif. Enzim-enzim pankreas ini memecah protein dari
polipeptida menjadi peptida lebih pendek, yaitu tripeptida, dipeptida,
dan sebagian menjadi asam amino (Yuniastuti, 2007).
Fungsi
suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi
dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108
sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan
tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat
efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.seperti
juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivitas
suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi
endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan
energi (eksergonik) (Poedjiadi, 1994).
Telah dijelaskan bahwa
enzim mepunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja.
Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan
atau kontak anatara enzim dengan substrat. Suatu enzim mempunyai
ukuran yang lebih besar daripada substrat. Oleh karena itu tidak
seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara
substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu
saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak
dengan substrat dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya
mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat
menampung substrat. Apabila substrat mempunyaibentuk atau konfirmasi
lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam
hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Ini adalah
penjelasan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan terhadap substrat
tertentu (Poedjiadi, 1994).
Hubungan atau kontak antara enzim
dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzim-substrat.
Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan
akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi
(Poedjiadi, 1994).
Pada suatu percobaan hidrolisis sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim, ternyatra bahwa pada
konsentrasi sukrosa. Namun pada konsentrasi tinggi, kecepatan reaksinya
tidak lagi tergantung pada konsentrasi sukrosa. Jadi pada konsentarsi
tinggi, kecepatan reaksi tidak dipengaruhi lagi oleh pertambahan
konsentrasi. Ini menunjukkan bahwa enzim seolah-oleh telah jenuh dengan
substrat, artinya tidak dapat lagi menampung substrat. Untuk
menerangkan keadaan ini Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun
1913 mengajukan suatu hipotesis bahwa dalam reaksi enzim terjadi lebih
dahulu kompleks enzim substrat yang kemudian menghasilkan hasil reaksi
dan enzim kembali (Poedjiadi, 1994).
Setiap enzim mempunyai
suhu optimum, yaitu suhu di mana enzim memiliki aktivitas maksimal.
Enzim di dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimal sekitar 370C. di
bawah atau di atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Suhu
mendekati titik beku tidak merusak enzim, tetapi enzim tidak aktif.
Jika suhu di naikkan, maka aktivitas enzim meningkat. Namun, kenaikan
suhu yang cukup beasr dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi dan
mematikan aktivitas katalisisnya. Sebagian besar enzim mengalami
denaturasi pada suhu di atas 600C (Sirajuddin, 2011).
Pada
konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan
meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, kecepatan
reaksi enzimatis (V) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (E)
sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami kesetimbangan. Pada
saat setimbang, peningkatan konsentrasi enzim sudah tidak berpengaruh
(Sirajuddin, 2011).
Pada konsentarsi enzim yang tetap,
peningkatan konsentarsi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi
enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum (Vmaks) yang tetap. Pada
titik maksimum, semua enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga
penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatis (Sirajuddin, 2011).
Penggolongan enzim. Hal yang
sangat penting bagi enzim adalah kerjanya yang sangat spesifik. Suatu
enzim dapat mengkatalisis satu atau beberapa reaksi saja. Meskipun
jumlah enzim ada ribuan yang bersumber dari makhluk hidup, reaksi-reaksi
yang dikatalisis oleh enzim-enzim ini ternyata dapat digolongkan ke
dalam 6 macam reaksi saja. Berdasarkan itu, para ahli telah
menggolongkan enzim ke dalam 6 golongan, sesuai dengan jenis reaksi yang
dikatalisis yaitu (Sadikin, 2001):
1. Oksidoreduktase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi oksidasi reduksi.
2.
Transferase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemindahan
berbagai gugus seperti amina, karboksil, karbonil, metil, asil,
glikolisis atau fosforil.
3. Hidrolase. Kelompok enzim ini mengkatalisis pemutusan ikatan kovalen sambil mengikat air.
4. Liase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi pemecahan ikatan kovalen tanpa mengikat air.
5. Isomerase. Kelompok enzim ini mengkatalisis reaksi isomerisasi.
6. Ligase (sintetase). Kelompok enzim ini mengkatalisis pembentukan ikatan kovalen.
Kespesifikan enzim dibedakan dalam kespesifikan optik dan gugus.
Kespesifikan optik tampak pada enzim-enzim yang bekerja terhadap
karbohidrat. Umumnya enzim-enzim ini hanya bekerja terhadap karbohidrat
isomer D dan bukan L. sebaliknya enzim-enzim yang bekerja terhadap asam
amino dan protein hanya bekerja pada asam amino L dan bukan pada
isomer D.kespesifikan gugus menunjukkan bahwa enzim hanya dapat bekerja
terhadap gugus tertentu. Enzim alkohol dehidrogenase tidak dapat
mengkatalisis reaksi dehidrogenasi pada senyawa bukan alkohol (Sadikin,
2001).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung
reaksi, pipet ukur, pipet tetes, gelas kimia, alat pemanas, pendingin,
penjepit tabung, sikat tabung, kertas lebel, dan rak tabung.
Adapun bahan yang digunakan ialah larutan amilum 2%, enzim amilase
(saliva), larutan iodium, pereaksi benedict, tissu roll, dan sunlight.
2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung
reaksi, pipet ukur, gelas kimia, alat pemanas, penjepit tabung, rak
tabung, sikat tabung, dan kertas lebel.
Adapun bahan yang
digunakan larutan amilum 2%, enzim amilase (saliva), larutan HCl 0,4%
pH=1, aquades pH=7, larutan Na2CO3 pH=9, pereaksi benedict, larutan
iodium, tissu roll, dan sunlight.
3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung
reaksi, pipet ukur, pipet tetes, gelas kimia, alat pemanas, penjepit
tabung, sikat tabung, kertas lebel, dan rak tabung.
Adapun
bahan yang digunakan ialah larutan amilum 2%, enzim amilase (saliva),
larutan iodium, pereaksi benedict, tissu roll, dan sunlight.
4. Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung
reaksi, pipet ukur, pipet tetes, gelas kimia, alat pemanas, penjepit
tabung, sikat tabung, kertas lebel, dan rak tabung.
Adapun
bahan yang digunakan ialah larutan amilum 2%, enzim amilase (saliva),
larutan iodium, pereaksi benedict, tissu roll, dan sunlight.
III.2 Prosedur Kerja
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
1. Disediakan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering, masing-masing diisilah dengan 2 ml larutan amilum.
2. Ditambahkan 1 ml enzim amilase pada setiap tabung.
3. Tabung 1, dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi es.
Tabung 2, disimpan pada suhu kamar.
Tabung 3, dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 37-400C.
Tabung 4, dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 75-800C.
Tabung 5, dimasukkan ke dalam penangas air mendidih.
4. Dibiarkan masing-masing tabung pada tempatnya selama 15 menit.
5. Selanjutnya, diuji dengan larutan iodium.
6. Diuji pula dengan pereaksi benedict.
7. Dicatat dan diamati perubahan warna yang terjadi.
2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
1.
Disediakan 3 tabung reaksi yang bersih, kemudian diisilah tabung
pertama dengan 2 ml larutan HCl 0,4%; tabung kedua dengan 2 ml aquades;
dan tabung ketiga dengan 2 ml Na2CO3 1%.
2. Ke dalam tiap tabung, ditambahkan 2 ml larutan amilum dan 1 ml enzim.
3. Dicampurlah sampai homogen, kemudian dibiarkan selama 15 menit.
4. Selanjutnya, diuji dengan larutan iodium dan pereaksi benedict.
5. Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi.
3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
1.
Disiapkan 3 tabung reaksi yang bersih, kemudian pada tabung 1, 2,
dan 3 berturut-turutdiisilah dengan amilase: 0,5 ml; 1,0 ml; dan 1,5
ml.
2. Ke dalam tiap tabung, ditambahkan larutan amilum 2 ml.
3. Dicampurlah dengan baik, kemudian dibiarkan selama 15 menit.
4. Selanjutnya, diujilah dengan larutan iodium dan pereaksi benedict.
5. Dicatat dan diamati perubahan yang terjadi.
4. Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
1. Disiapkan 4 tabung reaksi bersih, kemudian diisilah berturut-turut dengan larutan amilum: 1 ml, 2 ml, 4 ml, dan 6 ml.
2. Ke dalam tiap tabung, ditambahkan enzim amilase 1 ml.
3. Dicampurlah dengan baik, kemudian dibiarkan selama 15 menit.
4. Selanjutnya, diujilah dengan larutan iodium dan pereaksi benedict.
5. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
No tabung Suhu (0C) Perubahan warna
Uji iodium Uji benedict
1 0 Kuning Endapan merah bata
2 25-30 Kuning Endapan merah bata
3 37-40 Kuning Kuning pucat
4 75-80 Kuning-coklat Biru
5 100 Endapan hitam Coklat
2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
No tabung Suhu (0C) Perubahan warna
Uji iodium Uji benedict
1 1,0 Jingga Endapan hijau muda
2 7,0 Kuning keruh Endapan orange tua
3 9,0 Kuning bening Endapan orange
3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
No Konsentrasi substrat Konsentrasi enzim Perubahan warna
Uji iodium Uji benedict
1 Amilum 2 ml Amilase 0,5 ml Kuning Merah bata
2 Amilum 2 ml Amilase 1,0 ml Kuning pekat Orange
3 Amilum 2 ml Amilase 1,5 ml Kuning bening Hijau
4. Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
No Konsentrasi substrat Konsentrasi enzim Perubahan warna
Uji iodium Uji benedict
1 Amilum 1 ml Amilase 1 ml Kuning Merah bata
2 Amilum 2 ml Amilase 1 ml Kuning Merah bata
3 Amilum 4 ml Amilase 1 ml Kuning Merah bata
4 Amilum 6 ml Amilase 1 ml Kuning Merah bata
IV.2 PEMBAHASAN
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Dari hasil percobaan kelompok kami, pada tabung pertama tabung
dengan menyimpang digelas kimia yang berisikan dengan es tidak terjadi
perubahan warna pada uji iodium dan uji benedict. Hal ini disebabkan
oleh enzim yang dalam keadaan suhu rendah terhenti secara reversible
sehingga tidak terjadinya proses hidrolisis pada amilum sehingga tidak
terjadi perubahaan warna. Pada tabung kedua yang disimpang pada suhu
kamar terjadi perubahan warna pada kedua uji. Hal ini terjadi karena
pada suhu kamar kenaikan suhu lingkungan akan meningkatakan energi
kinetik enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat,
sehingga enzim aktif dan keaktifan ini yang menyebabkan amilum dapat
terhidrolisis sehingga terjadi perubahan warna pada kedua uji. Pada
tabung ketiga yang dimasukkan kepenangan air yang bersuhu 37-400C juga
terjadi perubahan warna pada kedua uji. Hal ini di sebabkan enzim
memiliki suhu optimal 30-400C sehingga pada suhu ini aktivitas enzim
berjalan maksimal sehingga dapat menghidrolisis amilum yang membuat pada
kedua uji terjadi perubahan warna. Pada tabung keempat dimasukkan
kedalam kepenangan air yang bersuhu 75-800C yang mana kedua uji
mengalami perubahan warna. Hal ini terjadi pada suhu demikian enzim
mengalami denaturasi irreversible yang pada suhu awal mengalami
perubahan kenaikan suhu sebelum terjadinya prosesdenaturasi dapat
menaikkan kecepatan reaksi, namun kenaikan suhu pada saat mulai
terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Hal ini
juga terjadi pada tabung kelima.
2. Pengaruh pH Tehadap Aktivitas Enzim
Dari hasil percobaan kelompok kami, pada tabung pertama dengan
penambahan HCl yang berpH 1 setelah diuji dengan larutan iodium terjadi
perubahan warna menjadi jingga, kuning keruh, kuning bening dan dengan
uji benedict terbentuk endapan hijau mudah, pada tabung kedua dengan
penambahan aquades yang berpH 7 setalah diuji dengan larutan iodium
terjadi perubahan warna menjadi orange tua dan uji benedict terbentuk
kompleks warna biru bening, sedangkan pada tabung ketiga dengan
penambahan Na2CO3 yang berpH 9 setelah diuji dengan larutan iodium
terbentuk kompleks orange tua dan uji benedict terbentuk endapan
berwarna orange. Disini kelompok kami mengalami kesalahan dalam jumlah
larutan yang kurang. Dalam percobaan ini seharusnya pada tabung kedua
terbentuk kompleks berwarna biru dengan uji larutan iodium karena enzim
menunjukkan aktivitas saat maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH
6-8,0 membentuk kompleks biru akan terbentuk karena terjadinya
hidrolisis pada amilum dan pada uji benedict akan terbentuk endapan
merah bata karena ini disebabakan karena aldosa atau ketosa dalam bentuk
siklik, artinya bentuk ini berada dalam kesetimbangannya dengan
sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, oleh karena itu gugus
aldehida atau keton ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor yang
berarti amilum terhidrolisis. Sedangkan tabung pertama dan ketiga
negatif karena enzim mengalami denaturasi pada pH yang rendah atau
tinggi, yang menyebabkan menurunnya kerja enzim. Maka pada uji dengan
larutan iodium dan pereaksi benedict tidak akan menghasilkan hasil
positif karena tidak terjadinya proses hidrolisis.
3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kerja Enzim
Dari hasil percobaan kelompok kami, pada tabung pertama dengan
konsentrasi enzim 0,5 ml diuji dengan larutan iodium warna larutan
kuning dan dengan uji benedict terbentuk endapan merah bata, pada tabung
kedua dengan konsentrasi enzim 1 ml diuji dengan larutan iodium warna
larutan luning pekat dan uji beneditc terbentuk endapan yang banyak
daripada tabung pertama, sedangakan pada tabung ketiga dengan
konsentrasi enzim 1,5 ml diuji dengan larutan iodium warna kuning bening
dan uji benendict terbentuk endapan yang lebih banyak dari pada tabung
kedua. Dari perubahan warna dan terbentuknya endapan yang diketahui
bahwa terjadi hidrolisis pada amilum sehingga dapat diketahui bahwa
bertambahnya konsentrasi enzim secara bertingkat akan menaikkan
kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin bersar volume
atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam
memecah substrat yang dikatalisis. Pada percobaan ini yang memiliki
konsentrasi enzim optimum adalah 0,5 ml dan yang memiliki konsentrasi
enzim yang minimum adalah 1,5 ml.
4. Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
Dari hasil percobaan kelompok kami, pada tabung pertama dengan
penambahan konsentrasi substrat 1 ml diperoleh hasil dengan uji iodium
kuning dan uji benedict terhadap endapan merah bata, pada tabung kedua
penambahan substrat 5 ml diperoleh hasil dengan uji iodium kuning dan
uji benedict terdapat endapan merah bata, pada tabung keempat penambahan
konsentrasi substrat 7 ml memperoleh hasil dengan iodium kuning dengan
uji benedict terdapat endapan yang lebih banyak dari tabung
sebelumnya. Dan perubahan warna dan terbentunya endapan yang diketahui
bahwa terjadinya hidrolisis pada amilum sehingga dapat diketahui bahwa
bertambahnya konsentrasi substrat secara bertingkat menaikkan reaksi
enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Tetapi setelah
enzim mencapai kecepatan maksimum substrat tidak berpengaruh lagi sebab
telah melampaui titik jenuh enzim. Pada percobaan ini enzim yang
mempunyai konsentrasi substrak yang optimum ialah 1 ml.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1.
Suhu optimal enzim 370C mendekati 600C enzim meningkat selanjutnya
enzim akan mengalami denaturasi sedangkan mendekati titik beku enzim
tidak aktif.
2. Pengaruh pH dapat diketahui dengan terbentuknya
endapan dengan penambahan pereaksi benedict. pH optimum enzim tergantung
pada pH jaringan sekitar enzim terdapat. Tapi pada umumnya pH enzim
sekitar 6-8.
3. Pengaruh konsentrasi enzim dapat dilihat dari
jumlah endapan setelah perubahan pereaksi benedict. Semakin besar
konsentrasi enzim semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah
substrat yang dikatalisis. Pada percobaan ini yang mempunyai
konsentrasi enzim yang paling optimum ialah 0,5 ml.
4. Pengaruh
konsentrasi substrat dapat dilihat dengan terbentuknya endapan setelah
penambahan pereaksi benedict. Konsentrasi substrat berbanding lurus
dengan kecepatan reaksi sampai batas maksimum yang tetap. Jika melewati
batas maksimum penambahan substrat tidak berpengaruh. Pada percobaan
ini enzim yang mempunyai konsentrasi substrak yang optimum ialah 1 ml.
V.2 Saran
1. Kepada asisten diharapkan agar memberikan penjelasan sejelas mungkin.
2.
Di harapkan untuk melengkapi sarana dan prasarana untuk kebutuhan
praktikum karena ketidaklengkapan sarana dan prasarana dalam
laboratorium dapat menghambat praktikum sehingga praktikum tidak
berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Pratikum Biokimia. UNHAS, Makassar.
Yuniastuti, Ari. 2007. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sadikin, Mohammad, dkk. 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Widya Medika, jakarta.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Prees, jakarta.
Machfoedz, Ircham. 2008. Gigi dan Mulut. Fitramaya, yogyakarta.