reproduksi ternak
pendahuluan
1.1. Materi
Alat
yang digunakan dalam praktikum Kelenjar Endokrin yaitu nampan yang
berfungsi untuk tempat peletakkan kepala ayam, gergaji digunakan untuk
membelah kepala ayam, pisau untuk memotong leher ayam dan alat tulis
untuk menggambar kelenjar hipotalamus dan hipofisa, juga digunakan untuk
menulis keterangan dan bagian yang ada di kepala ayam. Bahan yang
digunakan untuk praktikum ini adalah kepala ayam, yang akan diamati
kelenjar endokrinnya.
1.2. Metode
Metode
yang digunakan dalam praktikum Kelenjar Endokrin adalah meletakkan
kepala ayam yang sebelumnya telah dicuci bersih. Kuliti kepala ayam dan
menggergaji bagian tengah kepala ayam sampai bawah tetapi tidak sampai
putus. Mengamati kelenjar hipotalamus dan hipofisa yang ada dibagian
kepala, dan menggambar hasil pengamatan dalam buku praktikum.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Kepala Ayam
Berdasarkan hasil praktikum kelenjar endokrin, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
| |||||||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi 1. Kelenjar Endokrin Kepala Ayam
Keterangan:
(1). Hipotalamus (2). Ventrikel: a. Ventrikel I. b. Ventrikel II. c.
Ventrikel III. d. Ventrikel IV (3). Hipofisa (4). Tulang sphenoid
2.1.1. Hipotalamus
Hipotalamus adalah kelenjar endokrin yang menghasilkan Releasing Factor (RF) dan Inhibitor (IH)
dari hormon LH dan FSH yang mempengaruhi aktivasi hormon tersebut pada
sistem reproduksi ternak. Hipotalamus terletak pada bagian tengah bawah
dari otak besar. Hipotalamus yang berfungsi sebagai pengatur atau
mengotrol semua kerja hormon. Campbell et al. (2004) menyatakan bahwa
hipotalamus terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar
serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus
memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon
kelenjar hipofis sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin. Hal
ini diperkuat oleh Hernawati (2007) yang menyatakan bahwa hormon trofik
adalah hormon perangsang thyroid (TSH), hormon perangsang folikel
(FSH), hormon penguning (LH), hormon adenocortikotrofik (ACTH) yang
merangsang korteks kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon glucocorticoid dan hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus (hypothalamic releasing hormone atau hypothalamic releasing factor).
2.1.2. Hipofisa
Hipofisa
atau hipofisis adalah cairan dalam tulang spenoid yang terdiri dari
adenohipofisa dan neurohipofisa. Fungsi dari hipofisa adalah untuk
mensekresikan berbagai macam hormon misalnya hormon hipofisa yang
berfungsi untuk mensekesikan semua hormon-hormon reproduksi.
Letak hipofisa adalah pada rongga tengah dalam tulang spenoid. Hal ini
sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa hipofisa mensekresikan
sejumlah besar hormon-hormon, beberapa diantaranya berhubungan langsung
dengan reproduksi dan yang lain tidak langsung, disamping itu
hormon-hormon lain seperti MSH (melanophore stimulating hormone)
dan vasopressin juga disekresikan oleh kelenjar hipofisa. MSH mengatur
sintesa dan penyebaran melanin sedangkan vasopressin mempengaruhi
tekanan darah dan keseimbangan air dalam tubuh. Campbell et al (2004)
menambahkan bahwa kelenjar hipofisis merupakan suatu kelenjar yang
sangat penting pada hampir setiap fungsi tubuh. Kelenjar ini mengatur
seluruh mekanisme yang dapat menyelamatkan keturunan makhluk hidup.
2.1.3. Ventrikel Lateral
Ventrikel
lateral terdiri dari ventrikel I dan II. Ventrikel 1 atau yang biasa di
sebut dengan otak besar berfungsi sebagai pusat pengatur pengelihatan
dan penciuman. Ventrikel 2 atau otak tengah mempunyai fungsi sebagai
pusat pengatur pendengaran dan perasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Japardi (2002) yang menyatakan bahwa Kedua ventrikel lateralis ini dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen Monroe (foramen intervertebrale). Muttaqim
(2008) menyatakan bahwa ventrikel merupakan rangkaian dari 4 rongga
yang saling menghubungkan dan dibatasi oleh ependimal (semacam sel
epitel yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis dan
mengandung CSS. Ventrikel 1 atau yang biasa di sebut dengan otak besar
berfungsi sebagai pusat pengelihatan dan penciuman. Ventrikel 2 atau
otak tengah mempunyai fungsi sebagai pusat pendengaran.
2.1.4. Ventrikel III
Ventrikel 3 atau oblongata berfungsi sebagai pusat pengatur koordinasi. Ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel keempat melalui saluran yang disebut akueduk sylvius, yang disebut akueduk serebral. Hal ini sesuai dengan pendapat Japardi (2002) yang menyatakan bahwa ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Muttaqim (2008) menyatakan bahwa Ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi.
2.1.5. Ventrikel IV
Ventrikel 4 (otak kecil) berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan. Ventrikel
keempat terletak diantara serebelum dibagian atas, serta pons dan
medula dibagian bawah, berhubungan dengan celah subaraknoid melalui foramen magendia dan luschka. Hal ini sesuai dengan pendapat Muttaqim (2008) yang menyatakan bahwa Ventrikel 4 atau otak kecil berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Menurut Musana (2010) ventrikel 4 terletak diantara brainstern dan cereblum pada dorsal medulla oblongata.
2.2. Mekanisme Timbal Balik
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Hipotalamus
Hipofisa
Feedback
Positif
Adenohipofisa Neurohipofisa Feedback
Negatif
FSH LH
Folikel Folikel de Graff Corpus Lutheum
Estrogen Ovulasi Progesteron
Estrus Ovum
Fertilisasi
Bunting
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak,2013.
|
Ilustrasi 2. Mekanisme Umpan Balik pada Ternak
Berdasarkan
hasil praktikum diperoleh hasil bahwa mekanisme umpan balik dapat
dijadikan menjadi dua bagian yaitu mekanisme umpan balik positif dan
mekanisme umpan balik negatif.
2.2.1. Feedback mechanism positif
Mekanisme
umpan balik positif adalah mekanisme yang terjadi saat hormon sasaran
naik dan hormon perangsang juga ikut naik, ternak terjadi ketika hormon estrogen naik akibat pertumbuhan folikel untuk persiapan masa estrus, ketika hormon
estrogen mengirim respon ke hipotalamus, hipotalamus melepaskan RF/RH
FSH yang kemudian disekresi oleh hipofisa dan mengirimkannya ke
adenohipofisa sehingga akan meningkatkan FSH yang akan mempengaruhi
perkembangan folikel, peningkatan
hormon FSH membuat hormon LH juga naik untuk menyeimbangkan. Sehingga
ketika konsentrasi hormon estrogen naik, maka FSH naik, serta LH naik
dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodiharjo (1982) bahwa Umpan balik positif adalah LH (Luteinizing Hormone) yang ikut merangsang produksi estrogen, setelah kadar estrogen meninggi dalam darah produksi LH menjadi meningkat, LH akhirnya menyebabkan ovulasi. Praseno et, all., (2003)
menambahkan bahwa kontrol sekresi dengan mekanisme umpan balik positif
salah satunya adalah sekresi hormon seks dimana keberadaannya harus
tetap stabil di dalam tubuh hewan karena tanda-tanda seks sekunder harus
tetap terpelihara selama hewan tersebut hidup, kehadiran hormon
estrogen maupun endrokrin tetap stabil pada hewan betina dan jantan ,
tercapainya target regulasi hormon tersebut akan memacu sekresi hormon
LH oleh hipofisis agar sekresi hormon estrogenik atau endrogenk tetap
terpelihara, stabilitas tersebut mengakibatkan stabilitas tanda seks
sekunder.
2.2.2 Feedback mechanism negatif
Mekanisme
umpan balik negatif adalah mekanisme yang terjadi ketika hormon sasaran
naik tetapi hormon perangsang turun. Mekanisme umpan balik negative
terjadi setelah berkembangnya folikel menjadi
folikel de Graaff. Folikel de Graaff merupakan folikel yang matang dan
siap untuk proses ovulasi. Proses ovulasi menghasilkan ovum, ketika
ternak bunting maka
hormon progesteron naik, ketika hormon progesteron naik maka ada proses
penghantaran impuls ke hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan IH-FSH
yang menyebabkan turunnya sekresi FSH, selain menghasilkan IH-FSH
hipotalamus juga menghasilkan IH-LH yang menyebabkan menurunnya sekresi
LH. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa pengaturan
sekresi hormon-hormon sangat berbeda-beda dan dapat meliputi beberapa
mekanisme, yang pertama adalah “mekanisme umpan balik negatif”, Negatif feedback mechanism atau servo mechanism yang terutama meliputi hormon tropik dari kelenjar hipofisa dan hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar sasaran. Praseno et, all., (2003)
yang menyatakan sebagian besar sekresi hormon dikendalikan dengan
mekanisme umpan balik negatif, selesainya atau tercapainya target
regulasi suatu hormon merupakan inhibitor sekresi hormon tersebut.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa di dalam organ kepala ayam
terdapat beberapa bagian yang berfungsi sebagai organ pengendali tubuh
ternak. Pertama Ventrikel, kedua Hipotalamus, ketiga Hipofisa. Ventrikel
I berfungsi sebagai pusat penglihatan dan penciuman. Ventrikel II berfungsi sebagai pusat pendengaran dan perasa. Ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi. Ventrikel
IV berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Hipotalamus yang berfungsi
sebagai pengatur atau mengotrol semua kerja hormon. Hipofisa berfungsi
untuk mensekresikan berbagai macam hormone. Mekanisme
umpan balik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme umpan balik
positif dan mekanisme umpan balik negatif. Mekanisme umpan balik
positif adalah mekanisme yang terjadi saat hormon sasaran naik dan
hormon perangsang juga ikut naik. Mekanisme umpan balik negatif adalah
mekanisme yang terjadi ketika hormon sasaran naik tetapi hormon
perangsang turun.
3.2. Saran
Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan memahami bagian-bagian dari kelenjar endokrin.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B. Reece., dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Hernawati. 2007. Aspek fisiologis kelenjar endokrin. FMIPA UPI, Bandung.
Japardi. I. 2002. Tumor Ventrikel.USU Digital library.
Musana.D.K.
2010.Enchepalan dan Nern Cranialis.Yogjakarta.Presentasi Kuliah
Pengantar 6 April 2010 Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Muttaqim, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistim Persyarafan. Salemba Medika. Jakarta.
Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta
Praseno, K., Isroli, B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Universitas Diponegoro, Semarang.
Toelihere, M.R. 1992. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
BAB I
MATERI DAN METODE
Praktikum
Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Ternak dilaksanakan pada hari
Jum’at tanggal 19 April 2013 pada pukul 07.00-09.00 WIB di Laboratorium
Ilmu Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
1.2. Materi
Alat
yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi
Ternak yaitu nampan yang berfungsi untuk tempat peletakkan organ
reproduksi jantan dan betina baik itu organ reproduksi sapi, domba dan
babi; dan alat tulis untuk menggambar organ reproduksi jantan dan
betina, juga digunakan untuk menulis keterangan dan bagian yang ada pada
organ reproduksi jantan dan betina. Bahan yang digunakan untuk
praktikum ini adalah organ reproduksi jantan ternak sapi dan babi, dan
organ reproduksi betina ternak sapi, domba dan babi.
1.2. Metode
Metode
yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi
Ternak adalah mengamati saluran reproduksi baik itu jantan dan betina
pada ternak sapi, domba dan babi, menggambar hasil pengamatan dalam buku
praktikum, menjelaskan letak serta fungsi saluran reproduksi pada
ternak jantan maupun betina.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Jantan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
|
| ||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Toelihere, 1981.
| ||
|
| ||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Toelihere, 1981.
|
Ilustrasi 3.Anatomi Organ Reproduksi Jantan
Keterangan : 1. Testis; 2. Epididymis; 3. Vas deferens; 4. Kelenjar asesories a.vesicularis, b. Prostata, c. Cowper; 5. Penis
Berdasarkan
hasil praktikum dapat diketahui bahwa organ reproduksi ternak jantan
meliputi testis, epididimis, vasdeferens, ampula, kelenjar aksesoris,
uretra dan penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa organ reproduksi ternak jantan meliputi testes,
epididimis, scrotum, vasdeferens dan ampula, glandula vesiculares,
kelenjar prostat dan cowper, uretra dan penis. Penis merupakan alat
reproduksi bagian luar ternak yang berfungsi untuk pengeluaran urine dan
peletakkan semen pada saluran reproduksi ternak betina. Menurut
pendapat Blakely and Bade (1991) bahwa sistem reproduksi sapi jantan
dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu testes yang juga disebut gonad,
testikel atau organ primer, kelenjar kelamin sekunder atau kelenjar
aksesoris dan organ kopulasi eksternal yaitu penis.
2.1.1. Testis
Berdasarkan
hasil praktikum diketahui bahwa testis pada ternak jantan memiliki
fungsi untuk menghasilkan hormone testosterone dan menghasilkan sel
sperma. Testis berbentuk bulat, terbungkus oleh skrotum dan memiliki
tekstur padat tetapi tidak keras. Hal ini sesuai dengan pendapat
Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa testes terletak didaerah prebubis
dan terbungkus oleh skrotum, pada keadaan normal, kedua testis adalah
besar dan berjumlah sepasang. Mempunyai konsistensi padat akan tetapi
tidak keras dan dapat dengan bebas bergerak ke atas dan kebawah didalam
skrotum.Ditambahkan oleh Blakely and Bade (1991) bahwa testes terletak
didalam skrotum yang merupakan suatu struktur untuk mengatur panas
didalamnya. Dalam perkembangan yang normal, testis berfungsi dengan cara
memproduksi sperma didalam tubulus konvolusi (saluran berkelok) yang
sangat kecil yang membentuk keseluruhan struktur testis. Testis
terbentuk karena adanya struktur tunika albugenia, septum testis, duktus
fungsi, testis efferentis, caput epididimis, corpus epididimis, cauda
epididimis, dan vas deferens.
2.1.2. Epididimis
Berdasarkan
hasil praktikum diketahui bahwa fungsi dari epididimis adalah sebagai
tempat penyimpanan spermatozoa, transportasi, konsentrasi sperma,
maturasi, dan reabsorbsi. Menurut Toelihere (1981) epididimis merupakan suatu struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis. Mengandung ductus epididimis yang
sangat berliku-liku dan panjang mencapai 40 meter pada jantan dewasa,
kurang lebih 60 meter pada babi dan 80 meter pada kuda.Epididimis
terdiri atas kepala, badan dan ekor. Selain itu epididimis memiliki
fungsi utama sebagai transport, konsentrasi, maturasi dan penyimpanan
sperma. Ditambahkan oleh Blakely and Bade (1991) bahwa epididimis
memiliki 4 fungsi yaitu pengangkutan, penyimpanan, pemasakan dan
pengentalan (konsentrasi sperma). Struktur ini yang panjangnya
diperkirakan sekitar 40 meter berperan untuk menyalurkan sperma dari
testes ke kelenjar kelamin aksesoris.
2.1.3. Vas Deferens
Berdasarkan
hasil praktikum dapat diketahui bahwa vas deferens berfungsi sebagai
alat transportasi spermatozoa. Mengalirkan sperma dari bagian ekor
epididimis kedalam ampula. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa vasdeferens mengangkut sperma dari ekor epididimis ke
uretra, dindingnya mengandung otot-otot licin yang penting dalam
mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi. Partodiharjo (1982)
menambahkan bahwa vasdeferens terlentang mulai dari ekor ductus
epididimis sampai ke uretra, dindingnya tebal mengandung serabut-serabut
urat daging licin, dan diameter lumennya 2mm.
2.1.4. Kelenjar Asesories
Accessories gland / kelenjar asasories terdiri dari kelenjar vesikularis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowper. Kelenjar Vesikularis, Kelenjar vesicular seminalis dapat bersekresi dengan mudah di post mortern dan
merupakan suatu cairan keruh dan lengket. Sekresi tersebut mengandung
protein, kalium, asam sitrat, fruktosa dan beberapa enzim. Toelihere
(1981) menyatakan bahwa kelenjar vesikularis terdapat sepasang pada
sapi jantan, lobulasinya berada didalam lipatan-lipatan urogenital
lateral dari ampula. Kelenjar-kelenjar
vesiculares berbeda-beda dalam ukuran dan lobulasi antara individu
hewan. Pada sapi kelenjar tersebut berukuran panjang 10 sampai 15 cm dan
diameter 2 sampai 4 cm. Saluran sekretori dari lobuli membentuk satu
saluran ekskretoris utama yang terletak pada pertengahan kelenjar dan
membentang ke kaudal dibawah kelenjar prostata. Setiap saluran
ekskretoris bersatu dengan vas deferens pada jalan keluarnya ke uretra
membentuk dua ostia ejaculatoria. Hubungan anatomik antara ampula dan kelenjar vesiculares berbeda-beda antara individu dalam bangsa hewan yang sama. Rianto
dan Purbowati (2009) menambahakan bahwa kelenjar vesikularis jumlahnya
sepasang, jelas lobulasinya dan berada didalam lipatan lateral ampula.
Kelenjar
Prostat, Kelenjar prostate berfungsi sebagai kontribusi cairan dan ion
anorganik terhadap semen. Sesuai dengan pendapat Toelihere (1981)
Kelenjar prostate sapi mengelilingi uretra dan terdiri dari dua bagian
yaitu badan prostate (corpus prostatae) dan prostate disseminate atau prostate yang cryptic (pars disseminate prostatae).
Badan prostate berukuran lebar 2,5 sampai 4 cm dan tebal 1,0 sampai 1,5
cm. Pars disseminata mengelilingi uretra pelvis. Ditambahkan oleh
Partodiharjo (1980) yang menyatakan bahwa Kelenjar prostate merupakan
sumber anta glutinin. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang mengandung
mineral yang berkadar tinggi.
Kelenjar
Cowper, Terdapat sepasang, berbentuk bundar, berselubung dan tebal.
Fungsi kelenjar cowper adalah membersihkan dan menetralisir uretra dari
bekas urin dan kotoran-kotoran lain sebelum ejakulasi berlangsung. Hal
ini sesuai denga pendapat Partodiharjo (1980) yang menyatakan bahwa
kelenjar cowper mengeluarkan cairan yang disalurkan ke penis. Semua
kelenjar accessoris bersifat apokrine, artinya sebagian dari isi sel
sekretorisnya ikut keluar pada saat sel itu mengeluarkan eksresinya.
Ditambahkan oleh Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa kelenjar cowper
terdapat sepasang, berbentuk bundar, kompak, berselubung tebal. Terletak
di atas uretra dekat jalan keluarnya dari cavum pelvis.
2.1.5. Penis
Penis
mempunyai tugas yaitu pengeluaran urin dan perletakan semen kedalam
saluran reproduksi betina. Penis terdiri dari kepala, badan dan ekor
yang berakhir pada gland penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere
(1981) yang menyatakan bahwa penis membentang kedepan dari arcus
ishciadicus pelovis sampai ke daerah umbilicus pdaa dinding ventral
perut.Penis ditunjang oleh vaskia dan kulit. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relative besar diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal berwarna putih, tunica albuginea. Tomaszeskwka
et al., (1991) menambahkan bahwa penis bentuknya kurang lebih silinder
pada semua spesies ternak. Penis memanjang kedepan dari ischial arch kedaerah umbilical pada dinding perut dan disokong oleh fascia penis dan kulit. Didepan skrotum, penis terletak didalam prepusium.Bagian ujung penis disebut glands penis yang terletak bebas didalam prepusium.
2.2. Perbedaan Organ Reproduksi jantan pada Sapi, Babi dan Domba
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Penis Sapi
|
Penis Babi
|
Penis Domba
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi 4. Perbedaan Organ Reproduksi Jantan
Perbedaan
organ reproduksi jantan pada sapi dan babi terletak pada bagian penis.
Penis babi berbentuk berkelok, bagian kepala agak runcing dan
menyesuaikan dengan vagina betina. Penis sapi dan domba bentuknya tidak
berkelok, serta bagian kepala tumpul dan menyesuaikan bentuk vagina.
Ukuran penis sapi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran penis babi.
Menurut pendapat Toelihere (1979) yang menyatakan bahwa ukuran penis
babi yaitu sekitar 45-55 cm sedangkan ukuran penis sapi sekitar 15-35
cm. Tomaszewska et al. (1991) menambahkan bahwa penis sapi mempunyai
lekukan berbentuk sigmoid dibagian belakang atas skrotum, sedangkan pada
babi mempunyai lekukan sigmoid didepan skrotum. Lekukan sigmoid ini
akan hilang dan berubah menjadi lurus apabila terjadi ereksi.
2.3. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
|
| ||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Toelihere, 1981.
| ||
| |||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Toelihere, 1981.
| ||
|
| ||
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Toelihere, 1981.
|
Ilustrasi 5. Perbedaan Organ Reproduksi Betina
Keterangan: 1. Ovarium; 2. Oviduct;3. Uterus; 4. Serviks; 5. Vagina; 6. Vulva
2.3.1. Ovarium
Ovarium
berada di cavum abdominasi yang berfungsi sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur atau ovum, selain itu ovarium berfungsi untuk
memproduksi hormone estrogen dan progesterone. Menurut Kartodihardjo
(1982) yang menyatakan bahwa ovarium merupakan alat kelamin yang utama,
ovarim menghasilkan telur oleh karena itu dalam bahasa Indonesia sering
kali disebut induk telur. Indung telur atau ada pula yang memberi nama
pangarang telur. Ovarium terdiri dari medulla dan cortex,
dikelilingi oleh epitel kecambah dan pada umumnya bertambah berat 4-7
kali berat sewaktu lahir pada waktu hewan menjelang pubertas.Medulla
ovary terdiri dari jaringan ikat fibrio elastic yang tidak teratur dan
sistem syaraf serta pembuluh darah yang memasuki ovarium melalui hilus
(pertautan antara ovarium dan mesovarium), cortex mengandung
folikel-folikel ovary, bakat-bakat dan hasil akhirnya.Cortex merupakan
tempat pembentuk ovum dan hormon. Hal itu sesuai dengan pendapat
Partodihardjo (1982), bahwa ovarium digantung oleh alat penggantung
mesovarium dan ligamentum utero ovarika.Pada sapi dan domba, ovarium
berbentuk oval sedangkan pada babi ovarium berupa gumpalan anggur,
folikel – folikel dan corpora lutea menutupi jaringan-jaringan ovarial
dibawahnya.dan hasil akhirnya. Cortex merupakan tempat pembentuk ovum
dan hormone.Menurut Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bentuk dan
ukuran ovarim pada ternak berbeda-beda menurut spesies dan siklus
birahi. Menurut Hafez (1972) ovarium, tidak seperti testis, tetap dalam
rongga perut. Ini performans kedua eksokrin dan sebuah fungsi endokrin.
Bentuk dan ukuran ovarium pada sapi dan domba ovarium ini berbentuk
almond.Pada babi ovarium menyerupai sekelompok anggur, folikel nyata
menonjol dan corpora lutea.
2.3.2. Oviduk
Oviduk
berfungsi sebagai alat transportasi antara gamet jantan dan betina
(spermatozoa dan ovum), selain itu oviduk sebagai tempat fertilisasi.
Menurut Toelihere (1981) menyatakan bahwa oviduk merupakan saluran
kelamin paling anterior, kecil, berliku-liku, dan terasa keras seperti
kawat terutama pada pangkalnya.Panjang dan derajat liku-likunya
berbeda-beda menurut spesies. Antara ovarium dan oviduk terdapat suatu
hubungan anatomik yang intim walaupun tidak bersambung dalam arti kata
yang sebenarnya. Oviduk tergantung dalam mesosalpinx, ia dapat dibagi
atas infundibulum dengan infimbriaenya, ampula dan istmus. Menurut Hafez
(1993) yang menyatakan bahwa Oviduct
sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula, dan
isthmus. Pada masing-masing bagian memiliki keunikan tersendiri, seperti
misalnya bagian infundibulum, bagian ujung infundibulum terdapat
jumbai-jumbai yang disebut fimbria. Bagian isthmus dengan ampula
dibatasi oleh suatu ampulari ismic junction yang berperan dalam
pembuahan, sedangkan batas antara isthmus dengan uterus adalah uteri
tubal junction.
2.3.3. Uterus
Uterus
berfungsi untuk mempertahankan embrio, serta pertumbuhan embrio sampai
masa kelahiran. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa uterus memiliki sejumlah fungsi. Sewaktu perkawinan
kerja kontraksi uterus mempermudah pengangkutan sperma ke tuba falopii.
Uterus sanggup menjalani perubahan-perubahan besar dalam ukuran struktur
dan posisi agar dapat menampung kebutuhan konseptus yang bertumbuh. Uterus dan ovarium memiliki hubungan kerja timbal balik dimana corpus luteum merangsang uterus untuk menghasilkan suatu substansi dan sebaliknya melisiskan corpus luteum. Substansi luteolitik ini yang dibentuk oleh endometerium, adalah prostaglandin F2α yang berdifusi dari vena uterus langsung ke dalam arteri ovarim, jadi adanya uterus penting untuk regresi corpus luteum secara
normal. Tomaszewska (1991) menambahkan bahwa uterus terdriri atas
bagian-bagian badan yang pendek 3-4 cm dan 2 cornua (tanduk) yang
menggulung dengan panjang kira-kira 10 cm. kedua cornua kelihatannya ak
lebih panjang. Uterus digambarkan terdiri dari indometrium yaitu mucosa
dan sub mucosa, mio metrium/lapisan urat daging dan perimetrium/serosa
yaitu sebuah membran yang terus menjadi ligamentum lebar.
2.3.4. Serviks
Serviks
berfungsi untuk menghindari kontaminasi mikroba terhadap uterus,
penyimpanan sprerma yang telah masuk dan sebagai alat transportasi
spermatozoa. Toelihere (1981) menyatakan bahwa serviks adalah suatu
struktur berupa sphincter yang menonjol ke caudal kedalam vagina.Ia
dikenal dari dindingnya yang tebal dan lumen yang merapat walaupun
struktur servik yang berbeda antar ternak mamalia, dindingnya ditandai
oleh berbagai penonjolan- penonjolan. Pada ruminansia penonjolan ini
terdapat bentuk lereng transfersal dan saling menyilang disebut cincin
anular. Tomaszewska (1991) menambahkan bahwa mukosa pada serviks
mempunyai epitel columnar tinggi dengan banyak sel goblet. Mukosa ini
menghasilkan musin. Lendir
dari serviks menjadi lebih cair pada waktu birahi dan membentuk
sumbatan selama bunting. Mukosa serviks terbentuk dari lipatan-lipatan
melingkar (gelaang-gelang) sehingga membentuk legokan dalam sehingga
kelihatan seperti kelenjar tetapi tidak terdapat kelenjar pada serviks.
Fungsi serviks adalah menutp lumen uterus sehingga tak member
kemungkinan untuk jasad miroskopik maupan makrokospik ke dalam uterus
(Partodiharjo, 1982).
2.3.5. Vagina
Sebagai
tempat kopulasi dan saluran kelahiran.Hal ini sesuai dengan pendapat
Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa vagina merupakan organ kelamin
betina dengan struktur selubung muscular yang terletak di dalam rongga
dorsal dari vesika urinaria, dan berfungsi sebagai alat kopulatoris dan
sebagai tempat berlalu bagi foetus sewaktu. Vagina mempunyai kesanggupan
berkembang yang cukup besar. Dinding vaginaterdiri
dari mukosa, muskularis dan serosa. Ditambahkan oleh Tomaaszewska
(1991) yang menyatakan bahwa vagina dan vestibula terletak dalam pelvis.
Keduanya terletak memanjang dari depan dari mulut serviks luar sampai
kebelakang pada vulva. Vagina merupakan bagian dari saluran alat kelamin
yang memanjang dari mulut serviks luar sampai tepat di bagian depan
(cranial) dari munculnya ureter. Vagina terbagi atas bagian vestibulum
yaitu bagian kesebelah luar yang berhubungan dengan vulva dan portio vaginalis cervicis yaitu
bagian kesebelah serviks bats dari kedua bagian itu ialah tepat ke
cranial, daripada munculnya uretra. Jadi muara uretra itu ikut
vertibulum vagina (Partodiharjo, 1982).
2.3.6. Vulva
Didalam
vulva terdapat klitoris yang akan bereaksi pada waktu kopulsi, bagian
luar organ reproduksi betina. Menurt pendapat Toelihere (1981) bahwa
labia atau vulva secara normal selalu berdampingan tidak menganga dan
lubang vulva terletak tegak luru terhadap lantai pelvis. Dinding labia
majora banyak mengandung kelenjar-kelenjar sebaseus dan tubuler,
deposit-deposit lemak, jaringan elastik dan selapis tipis otot licin
yang mempunyai struktur permukaan luar yang sama seperti kulit. Ditambahkan
oleh Tomaszewska (1991) yang menyatakan bahwa labia vulva ditutupi oleh
bulu-bulu yang jarang dan menjaga lubang luar saluran reproduksi. Labia
dan again sentral tepat di sebelah dalam lubang luar ureter terdapat
klistoris (homolog dengan penis pada jantan). Klistoris kecil tapi
mempnyai krura seperti halnya pada jantan, dan akan bereksi pada waktu
kopulasi.
2.4. Perbedaan AOR Ternak Betina Pada Sapi, Domba dan Babi
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Ovarium Sapi
|
Uterus Sapi
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ovarium Domba
|
Uterus Domba
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ovarium Babi
|
Uterus Babi
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi 6. Perbedaan Anatomi Organ Reproduksi Betina
Berdasarkan
hasil pengamatan anatomi organ reproduksi betina pada sapi dan babi
diperoleh hasil bahwa pada ukuran organ reproduksi betina pada sapi
lebih kecil dari pada ukuran organ reproduksi pada babi. Ovarium babi
berkelok-kelok sedangkan pada sapi dan domba tidak berkelok-kelok. Babi
memiliki ovarium berkelok-kelok karena memiliki folikel yang
banyak.Sedangkan pada sapi hanya memiliki satu folikel.Serviks pada sapi
tidak terlalu kuat dan tebal karena hanya dapat menghasilkan satu anak,
sedangkan pada babi memiliki serviks yang tebal dan kuat karena dapat
memiliki jumlah anak yang banyak.Hal ini sesuai dengan pendapat
Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bentuk dan ukuran ovarium
berbeda-beda menurut spesies dan siklus birahi pada sapi dan domba
ovarium berbentuk oval, sedangkan pada babi ovarium bagaikan setangkai
buah anggur karena banyaknya folikel corpora lutea.Menurut Hafez (1972)
Sapi dan domba memiliki tipe uterus bipartitus.dangkal tubuh rahim pada
sapi dan domba tampak lebih besar daripada sebenarnya bisa karena
bagian-bagian ekor dari tanduk terikat bersama oleh ligamentum
intercounal. Pada ruminansia, tanduk uterus secara khusus berkembang
dengan baik karena ini adalah di mana janin berada.Bentuk serviks pada
sapi dan domba yaitu berbentuk spiral.Pada sapi, spiral ini berbentuk
seperti cincin dan terdiri dari empat buah.Sedangkan pada Babi bentuknya
seperti pembuka botol (setengah spiral).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
organ
reproduksi ternak jantan meliputi testis, epididimis, vasdeferens,
ampula, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. anatomi organ reproduksi
betina pada sapi dan babi pada ukuran organ reproduksi betina pada sapi
lebih kecil dari pada ukuran organ reproduksi pada babi. Ovarium babi
berkelok-kelok sedangkan pada sapi dan domba tidak berkelok-kelok. Babi
memiliki ovarium berkelok-kelok karena memiliki folikel yang
banyak.Sedangkan pada sapi hanya memiliki satu folikel .Serviks pada
sapi tidak terlalu kuat dan tebal karena hanya dapat menghasilkan satu
anak, sedangkan pada babi memiliki serviks yang tebal dan kuat karena
dapat memiliki jumlah anak yang banyak.
3.2 Saran
Praktikum
ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan memahami
bagian-bagian dari anatomi dan fisiologi organ reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. and Bade, D. 1998. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
E.S.E.Hafez. 1972. Reproduction in Farm Animal (second edition). Washington State University Pullman, Washington
Partodihardjo,S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
Toelihere, Mozes, R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung (diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB).
Tomaszewska,
M.W., I.K. Sutama., I.G. Putu., dan T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi,
Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
BAB I
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak dengan materi Sel Gamet dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 26 april 2013 pukul 07.00 - 09.00
WIB di Laboratorium Ilmu Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
1.1. Materi
Alat
yang digunakan adalah mikroskop untuk mengamati sel spermatozoa, kaca
preparat digunakan untuk tempat pengamatan sel spermatozoa dan alat
tulis untuk menggambar sel spermatozoa. Sedangkan bahan yang digunakan adalah semen beku untuk diamati sel spermatozoa.
1.2. Metode
Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah mengambil semen beku dari
container, mencairkan kedalam air bersuhu 27°C selama 29 detik,
mengambil dengan menggunakan pinset, menempatkan ke dalam tabung reaksi,
menyiapkan sel spermatozoa, menempatkannya diatas kaca preparat,
diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Spermatogenesis
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa
spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma. Spermatogenesis
diawali dari spermatogonium mengalami pembelahan mitosis menjadi
spermatosit primer. Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis
menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder mengalami pembelahan
meiosis menjadi spermatid. Spermatid mengalami proses maturasi
(pematangan) menjadi sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat Praseno
(2003) yang menyatakan bahwa spermatogenesis merupakan proses
diferensiasi spermatogonium sehingga dihasilkan sel spermatozoon. Proses
ini terjadi dalam tubulus contortus seminiferus bersifat hormonal dan
melalui beberapa tahap yaitu tahap prolirefatif, tahap pertumbuhan dan
tahap metamorphosis. Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kualitas dan kuantitas pakan, hormone dan kondisi
lingkungan. Spermatogenesis
esensinya adalah pembentukan sel, dengan demikian kandungan protein
atau asam amino pakan merupakan hal sangat penting. Frandson (1996) menambahkan bahwa spermatogenesis merupakan serangkaian tahapan dalam pembentukan spermatozoa yang terdiri dari spermatogonia yang jumlahnya bertambah secara mitosis (pembelahan sel yang menghasilkan anakan, hasil pembelahan memiliki sel yang jumlah kromosom maupun gen sama dengan induknya), spermatosit primer yang dihasilkan oleh spermatogonia yang mengalami pembelahan miosis (pembelahan sel yang menghasilkan sel anakan yang jumlah kromosom dan gen 0,5 dari sel induk),
dua spermatosit sekunder yang terbentuk dari masing-masing spermatosit
primer terbagi secara mitosis menjadi empat spermatid, dan masing-masing
spermatid mengalami serangkaian perubahan nucleus dan sitoplasma
(sperrmiogenesis) dari sel yang bersifat non motil menjadi sel motil
(sel yang mampu bergerak) dengan membentuk flagellum (ekor) untuk membentuk spermatozoa.
2.2. Sel Gamet Jantan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
http://planetsehat.com
|
Ilustrasi 7 Sel Gamet Jantan
Berdasarkan
hasil praktikum yang didapat bahwa sperma pada dasarnya terdiri atas
bagian kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala tersusun atas membrane
plasma yang berfungsi melindungi bagian dalam sperma, akrosom untuk
mensekresi enzim hyaluronidase dan akrosin, sitoplasma untuk
sumber protein, dan nukleus untuk mengatur aktifitas sperma dan
informasi genetik (DNA). Pusat kepala sperma terdapat inti sperma yang
berfungsi untuk menyimpan sejumlah kode genetik yang akan diwariskan
kepada keturunannya. Bagian belakang kepala sperma terdapat bagian
tengah sperma (leher) yang menyimpan mitokondria. Mitokondria sangat
penting dalam pembentukan ATP yang merupakan sumber energi sperma.
Bagian badan tersusun atas sentriol dan terminal disc sebagai
indikasi kematangan sperma (jika matang, cincin sentriol akan terlepas
dan diabsorbsi kembali), mitokondria untuk produksi ATP (sumber energi
bagi sperma). Bagian ekor berfungsi sebagai alat gerak sperma. Hal ini
sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa kepala
spermatozoa berbentuk oval memanjang, lebar dan datar, kepala sperma
terisi sepenuhnya dengan materi inti, kromosom, terdiri dari DNA (Deoxyribonucleic Acid)
yang bersenyawa dengan protein. Informasi genetic yang dibawa oleh
spermatozoa diterjemahkan dan disimpan didalam molekul DNA yang tersusun
oleh banyak nukleotida. Ekor sperma yang panjang 40-50 mikron dapat
dibagi atas 3 bagian, bagian tengah, bagian utama dan bagian ujung dan
berasal dari sentrio spermatid selama spermigenesis. Ia member gerak
maju kepada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai didaerah
implantasi ekor sampai kepala dan berjalan kearah distal sepanjang ekor
bagaikan pukulan cemeti. Sperma yang membawa kromosom x akan
menghasilkan embrio betina, sedangkan kromosom yang mengandung kromosom y
akan menghasilkan embrio jantan. Sperma yang diawetkan menggunakan
straw dalam container harus disimpan dalam kondisi suhu dibawah -100ºC
untuk membuat sperma dorman. Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa
sperma yang disimpan dalam container yang suhu dalamnya dipertahankan
sangat rendah yaitu -194ºC dengan bantuan nitrogen cair. Satu tangki
yang dimanfaatkan untuk keperluan dilapangan dapat menyimpan 600 atau
1200 straw palstik yang berisi semen yang telah diproses yang telah
diencer. Apabila container penyimpanan itu diisi kembali dengan nitrogen
cair tiap 60-90 hari maka cara simpan ini dapat mengawetkan semen untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Satu ampul atau straw plastik
digunakan setiap kali inseminasi dan masing-masing mengandung sedikitnya
10.000 sel seprma yang hidup.
2.3. Perbedaan Sperma pada Sapi, Kambing dan Ayam
Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Sel sperma sapi
|
Sel sperma kambing
|
Sel sperma ayam
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi 8. Gambar sel sperma jantan
2.4. Oogenesis
Oogenesis
adalah proses pematangan ovum dalam ovarium. Sesuai dengan pendapat
Carlson (1999) yang menyatakan bahwa oogenesis merupakan proses
pematangan ovum didalam ovarium yang hanya dapat menghasilkan satu ovum
matang sekali waktu. Oogenesis
terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan
dan tahap pematangan. Sel oogonium akan mengadakan proliferasi secara
mitosis sehingga dihasilkan beberapa sel oogonium (diploid). Sel
oogonium ini kemudian akan membelah dan bertumbuh sehingga dihasilkan
oosit primer (diploid) dan polosit, oosit primer tumbuh membesar. Oosit
primer akan berkembang menjadi oosit sekunder (haploid) dan polosit.
Oosit sekunder akan berkembang menjadi ootid (haploid). Semua polosit
yang terbentuk akan mengalami atresia atau autolysis. Proses pematangan
akhir menjadi ovum terjadi setelah bakal ovum tersebut mengalami
ovulasi. Ovulasi adalah keluarnya ovum dari orvarium, dan kemudian masuk
dalam duktus ovary. Proses ini juga merupakan proses hormonal, beberapa
hormone antyara lain hormone LH dan estrogenik mempengaruhi proses
ovulasi tersebut. Praseno et al. (2003) menyatakan bahwa oogenesis merupakan proses produksi ovum oleh ovarium atau kortek ovary.
Proses
oogenesis adalah sebagai berikut, sel benih primordial segera
berdiferensiasi menjadi oogonium. Oogonium kemudian mengalami beberapa
kali mitosis, oogonium terus mengalami mitosis, sebagian lain
berdiferensiasi dan tumbuh membesar menjadi oosit primer. Oosit
primer kemudian mengadakan meiosis dan menghasilkan oosit sekunder dan
badan polar. Oosit sekunder yang telah di fertilisasi mengalami meiosis
kedua, pada meiosis kedua oosit sekunder menjadi bersifat haploid yang
di sebut ootid, setelah itu ootid menjadi ovum yang matang. Pendapat
diatas sesuai dengan Campbell (2004) yang menyatakan proses oogenesis
bermula dari oogonium yang berada dalam folikel diovarium. Oogonium
berubah menjadi oosit primer yang kemudian melakukan meiosis dan
menghasilkan dua sel anak yang berbeda ukuran. Sel anak yang leih besar
adalah oosit sekunder dan yang lebih kecil adalah badan polar. Oosit
sekunder meninggalkan folikel ovarium menuju tuba falopii. Apabila oosit
sekunder difertilisasi, maka akan mengalami pembelahan meiosis yang
kedua. Begitu pula dengan badan polar pertama membelah menjadi dua badan
polar kedua yang akhirnya mengalami degenerasi. Apabila tidak terjadi
fertilisasi siklus akan diulang kembali. Selama pembelahan meiosis
kedua, oosit sekunder menjadi bersifat haploid dengan 23 kromosom dan
selanjutnya disebut ootid. Ketilka inti nukleus sperma dan ovum siap
melebur menjadi satu, saat itu juga ootid mencapai perkembangan finalnya
menjadi ovum yang matang. Menurut
pendapat Frandson (1996), proses oogenesis dimulai dari oogonium
kemudian membelah secara mitosis menjadi oosit primer, lalu membelah
lagi menjadi oosit sekunder secara meiosis primer, kemudian meiosis
sekunder menjadi ootid dan 1 badan polar dan terakhir yaitu membelah
menjadi 1 ovum dan 2 badan polar. Sehingga hasil akhir dari oogenesis
yaitu 1 ovum dan 3 badan polar, untuk badan polar ini akan diserap oleh
tubuh kembali. Ditambahkan oleh Williamson and Payne (1993) yang
menyatakan bahwa proses meiosis pada hewan betina sama seperti jantan
dengan pengecualian sel germinativum primer atau ovasit membentuk satu
ovasit sekunder dan 1 badan polar yang tidak berfungsi. Ovasit sekunder
dan badan polar kemudian membelah dengan proses mitosis, ovasit
menghasilkan ovum atau telur dan badan polar tambahan dan badan polar
pertama menghasilkan 2 badan polar. Ovum yang dihasilkan mampu dibuahi
oleh sperma dan badan polar nampaknya tidak berfungsi dan diserap oleh
tubuh.
2.5. Sel Gamet Betina
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
http://nulisonline.wordpress.com
|
Ilustrasi 9 Sel Gamet Betina
Ovum
merupakan hasil dari proses oogenesis dari organ utama reproduksi
betina yaitu ovarium. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan
bahwa sel gamet betia disebut juga sel telur, sel ini diproduksi didalam
folikel yang terdapat didalam ovarium. Sel telur berkembang seiring
dengan perkembangan folikel. Dibawah pengaruh hormone-hormon
gonadotropin FSH dan LH, folikel-filkel vesikuler bertumbuh dan
berkembang. Perkembangan ini terjadi pada masa foetal, paa waktu
menjelang masa pubertas, dan selama masa kebuntingan. Menurut
Hardjopranjoto (1995) jumlah sel telur ovum dapat mencapai berjuta-juta
namun akan berkurang karena proses degenerasi.
2.6. Tipe-Tipe Ovum
Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Sel ovum tipe A
|
Sel ovum tipe B
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sel ovum tipe C
|
Sel ovum tipe D
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
|
Ilustrasi 10. Gambar Sel Ovum tipe A, B, C dan D
Berdasarkan
hasil foto sel ovum yang diamati didapatkan bahwa sel ovum berada di
dalam folikel-folikel kecil. Dalam hasil pengamatan di foto sel ovum
dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe A, B, C, dan D, dari
masing-masing tipe memiliki perbedaan, dan perbedaan tersebut terletak
pada jumlah bolus-bolus kecil yang disebut cumulus oophorus. Untuk tipe A jumlah cumulus oophorus lebih dari 6 lapisan, tipe B 4 sampai 6 lapisan, tipe C 2 sampai 4 lapisan dan tipe D kurang dari 2 lapisan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan
hasil praktikum spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma.
Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kualitas dan kuantitas pakan, hormone dan kondisi lingkungan. Spermatogenesis
esensinya adalah pembentukan sel, dengan demikian kandungan protein
atau asam amino pakan merupakan hal sangat penting. Oogenesis merupakan
proses pematangan ovum didalam ovarium yang hanya dapat menghasilkan
satu ovum matang sekali waktu. Oogenesis
terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan
dan tahap pematangan. sel ovum dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe
A, B, C, dan D, dari masing-masing tipe memiliki perbedaan, dan
perbedaan tersebut terletak pada jumlah bolus-bolus kecil yang disebut cumulus oophorus. Untuk tipe A jumlah cumulus oophorus lebih dari 6 lapisan, tipe B 4 sampai 6 lapisan, tipe C 2 sampai 4 lapisan dan tipe D kurang dari 2 lapisan.
3.2. Saran
Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan memahami bagian-bagian dari sel gamet
DAFTAR PUSTAKA
Blakely,
J and D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid 3, Edisi ke 5. Erlangga. Jakarta.
Frandson.
1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press. Penerjemah : Srigandono dan Koen Praseno.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya.
Praseno,
K., Isroli, dan B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Fakultas
Peternakan Program D3 Manajemen Usaha Peternakan. Semarang.
Toelihere,
M. R. 1977. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung
(diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB).
Williamson
and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. Penerjemah : Djiwa Darmadja dan Ida Bagus
Djagra.
0 komentar:
Posting Komentar